Cinta Diri Sejak Dini

Topik tentang kesehatan mental semakin populer beberapa tahun terakhir ini terutama di sosial media kita. Mulai dari depresi, bipolar, gangguan kecemasan, skizofrenia, termasuk PPD (Post Partum Depression) dan baby blues pada ibu pasca melahirkan. Nyatanya jumlah orang yang didiagnosis mengalami gangguan ini meningkat pesat, bahkan menurut WHO 1 dari 4 orang dewasa beresiko mengidap gangguan mental. Sedangkan pada anak-anak dan remaja dibawah usia 14 tahun perbandingannya 1 dari 5 orang. Jumlah yang cukup mengkhawatirkan.

Jika melihat penyebabnya, gangguan mental ini disebabkan oleh berbagai faktor yaitu biologi (genetik, dalam masa kehamilan, trauma kepala, gangguan anatomi dan fisiologi), psikologis (konsep diri, intelegensia, perkembangan emosional) dan sosial (stabilitas keluarga, pola asuh orang tua, adat dan budaya, tingkat ekonomi). Memandang isu ini dari sudut pandang seorang ibu, yang dikhawatirkan kemudian bukan tentang diri sendiri tapi ke anak-anak. Apa yang bisa dilakukan untuk meminimalkan faktor resiko gangguan mental ini pada anak-anak kita?

Melalui pola asuh yang baik dan sehat setidaknya dapat kita mulai ajarkan pada anak-anak kita untuk mencintai dirinya. Selain tentu mengenalkan dan mencintai Tuhan. Sering kan ya kita dengar orang yang sakit mental di-judge kurang beriman. Padahal ya nggak sesederhana itu. Mampu menerima diri sendiri ternyata menjadi salah satu bagian penting pada kebahagiaan hidup seseorang. Istilah populernya mencintai diri sendiri atau self-love, yang merupakan aspek penting bagi kesehatan mental, menjaga depresi dan kecemasan.

Hubungannya bagaimana ya antara self love dengan menjaga kesehatan mental? Orang yang memiliki self love mampu menghargai dan berteman dengan dirinya sendiri, menerima kelebihan dan kekurangan pada dirinya. Dengan pikiran dan keadaan psikologis yang positif ini akan mempengaruhi sudut pandang dan respon seseorang dalam menyikapi segala hal, pengalaman, kejadian di sekitar, perubahan lingkungan termasuk menyikapi perlakuan orang lain terhadap dirinya. Sepertinya ini menjadi soft skill penting untuk hidup di jaman ini, yang layak dikenalkan sejak dini. 

Ajarkan Self Love Sejak Masih Kanak-kanak

Jika membahas tentang anak-anak dan dunia kanak-kanak sekarang ini, rasanya jauh berbeda dengan jaman saya masih kecil. Anak SD masih santai, pulang sekolah masih bisa bermain dengan tetangga di sore hari. Seperti tidak ada capeknya pulang sekolah. Sekarang ini, anak TK saja pulang sekolah masih belum tentu bisa santai karena ada jadwal les ini dan itu. Anak kelas 1 katanya tidak harus bisa membaca dan menulis tetapi rata-rata siswa sudah bisa membaca walau terbata-bata. Anak mungkin lelah tapi kalau tidak les bisa ketinggalan dengan teman-teman di sekolah. Dan rasanya tidak enak menjadi yang tertinggal.

Terlepas karena kebutuhan atau gengsi, orang tua menjadi fokus pada kemampuan akademis anak, tetapi lupa memperhatikan perasaan anak. Bila berlangsung bertahun-tahun maka anak akan asing dengan perasaan mencintai diri sendiri. Padahal kemampuan ini dapat mendukung anak tumbuh lebih percaya diri, bangga pada apa yang bisa dia kerjakan, mampu belajar dari kesalahannya, dan paling penting tidak mudah terpengaruh lingkungan negatif.

Review Buku Seri Early Readers

Lalu bingung darimana memulai mengenalkan self love ke anak-anak ya? Ada banyak cara, salah satunya melalui cerita dalam buku. Setelah galau cukup lama mencari bahan tulisan Untuk menjawab Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog (MGN) bulan november 2022, saya memutuskan untuk mereview buku si kakak. Buku yang dibeli sekitar tahun 2018 saat usianya masih 2 tahun. 

Buku-buku Seri Early Readers

Seri Early Readers karya penulis dari Korea Selatan yaitu Yoon Yeo-rim dan illustrator oleh Bae Hyun-ju. Buku ini terdiri dari 3 judul: “Aku Sayang Diriku!”, “Aku Suka Semua!”, dan “Halo, Semua!”. Hanya punya dua judul saja karena saat itu stok “Halo, Semua!” sedang kosong. Buku ini sebenarnya sudah lama tidak dibaca karena si kakak sudah 6 tahun, lebih tertarik dengan buku yang isinya lebih banyak. Buku-buku ini dibaca lagi untuk bahan cerita ke adiknya, saat ini berusia 18 bulan. Benar ya, pada buku yang sama pemaknaan kita bisa berbeda jika kita membacanya di waktu yang berbeda. Itu yang saya rasakan ketika membaca ulang buku-buku ini setelah 4 tahun berlalu.

Kata Pengantar Untuk Pembaca Cilik



Diawal buku, penulis memuji pembaca anak dengan kata-kata “anak keren yang menyayangi diri sendiri”. Juga dibagian cover belakang, penulis menyampaikan pesan buku ini untuk mengajari anak sayang diri sendiri, percaya diri dan mengajak anak-anak menyukai segala hal di sekitar mereka. Ya, mengajak anak menyukai hal-hal disekitarnya. Saya membacakan ulang buku ini untuk si kakak. Dulu dia dibacakan saat masih batita, sekarang dia sudah jadi anak sekolah TK. Namanya anak sekolah, sudah mulai punya pergaulan dengan teman-temannya. Cerita tersering yang saya dengar adalah tentang dia yang terlihat ingin sesuatu yang sama dengan yang dimiliki teman-temannya. Saya bisa mengerti perasaannya karena waktu saya kecil juga seperti itu, bedanya si kakak ini cerita ke orang tuanya, sedangkan saya dulu tidak. Saya merasa senang ketika anak mau membuka dirinya kepada saya, sehingga saya punya kesempatan untuk menerima perasaannya dan menjawab kegundahannya.

Salah satu halaman pada buku "Aku Suka Semua!"

Dalam buku yang berjudul “Aku Suka Semua!”, diceritakan tentang tokoh anak yang menyukai barang-barang yang ada di rumahnya. Mulai dari mainan sampai ke personal stuff, benda mati juga benda hidup. Boneka beruang, rumah-rumahan, sepeda, balon, bebek karet teman mandi, sikat gigi, sepatu, kloset kecil, tunas kecil, batu-batu yang dipungut di jalan, hingga pasir. Apapun benda yang diceritakan, semua diakhiri dengan kata “aku suka …”.Yang saya suka dari buku ini, barang-barang yang ditampilkan cukup umum ada di rumah-rumah yang memiliki anak kecil di Indonesia. Mungkin karena penulisnya orang Asia sehingga masih relate dengan kehidupan kita. Dengan bantuan buku ini saya mencoba menyampaikan kepada si kakak agar dirinya bersyukur dengan apa yang dia miliki. Keinginan untuk memiliki sesuatu yang sama dengan temannya adalah hal yang wajar, saya mempersilakan dia untuk bilang ke saya atau ayahnya. Hanya saja dia harus tahu kalau belum tentu dia akan kami beri apa yang dia mau, kecuali jika itu adalah sesuatu yang kami rasa dia butuh dan dia belum punya.

Salah satu halaman pada buku "Aku Sayang Diriku!"

Untuk buku yang berjudul “Aku Sayang Diriku!”, diceritakan tokoh anak yang mengenal diri dan menyukai apapun pada dirinya. Dari tingkah lucu dan pintar hingga kelakuan konyol, kotor, dan berantakan. Bergaya imut, makan lahap walau berceceran, kaki nyangkut saat pakai celana, menyundul bola tinggi, main hujan, main pasir, membereskan mainan padahal masih berantakan, merawat adik, berdandan ala orang dewasa, bersembunyi dalam lemari dan tertawa bersama teman. Apapun yang dilakukan, semua diawali dengan kalimat “aku sayang diriku”. Isi buku ini seolah ingin menyampaikan ke orang tua bahwa wajar anak-anak menjadi berantakan dan kotor saat sedang bermain. Kegiatan yang menyenangkan dan menyehatkan bagi raga dan jiwa mereka. Ada sebagian orang tua yang tidak membolehkan anaknya kotor, harus kinclong selalu. Jadi ingat jargon iklan detergen “Berani kotor itu baik!”. Sebagai orang tua dengan anak bayi dan balita sepertinya saya perlu selalu ingat ini kalau mereka berantakan, kotor atau basah. Supaya tidak mudah emosi ya, hehe.

Cover buku "Halo, Semua!"

Terakhir untuk buku berjudul “Halo, Semua!” saya tidak punya, namun sempat membaca sekilas review di sosial media. Tokoh anak dalam buku ini diceritakan sangat ramah. Selalu menyapa “Halo” kepada siapa saja, tetangga, teman-teman dan siapapun yang dijumpainya termasuk hewan-hewan. Menyapa ayah dan kakek, menyapa kakak dan nenek tetangga, menyapa teman-teman, bibi penjual, tukang sepeda, anjing, burung-burung sampai awan pun disapa. Dunia anak yang ceria dan ramah, membuat orang dewasa serasa ingin kembali ke masa kecil ya.

Harapan Penulis di Cover Belakang Buku

Mengajari anak-anak mencintai diri mereka dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya melalui membacakan buku. Kegiatan mudah dan menyenangkan ini dapat menjadi media komunikasi efektif untuk orang tua dan anak, menasehati tanpa menggurui. Anak-anak senang, pesan orang tua tersampaikan. Saya percaya dengan pola pikir dan pola asuh yang baik dan sehat, kita dapat mengupayakan mental sehat untuk masa depan anak-anak.

Tantangan Terakhir di Tahun 2022


Referensi:

- BEM Fakultas Psikologi. “Kesehatan Mental dan Sejarah World Mental Health”. (http://bem.fppsi.um.ac.id/index.php/2018/11/05/kesehatan-mental-dan-sejarah-world-mental-health-day/), diakses 14 November 2022.

- dr. Kamila Adam, Sp.KJ. “Mitos, Kesalahpahaman, dan Fakta Mengenai Gangguan Jiwa”. (https://rs-soewandhi.surabaya.go.id/mitos-kesalahpahaman-dan-fakta-mengenai-gangguan-jiwa/), diakses 20 November 2022

- RSJ Menur, Jawa Timur. “Faktor Penyebab Gangguan Jiwa”. (https://rsjmenur.jatimprov.go.id/post/2020-07-28/faktor-penyebab-gangguan-jiwa#:~:text=Beberapa%20bukti%20menunjukkan%20bahwa%20gangguan,gangguan%20anatomi%20dan%20fisiologi%20saraf.), diakses 20 November 2022

- Aninsi, Niken. “10 Cara Self Love dan Pentingnya Mencintai Diri Sendiri". (https://katadata.co.id/safrezi/berita/61d7c91d5ed91/10-cara-self-love-dan-pentingnya-mencintai-diri-sendiri), diakses 20 November 2022