Politik membuat orang jengah dan apatis. Tidak peduli
siapapun yang jadi toh sama sama aja
negara ini. Citra politik jadi demikian hina karena para pelaku didalamnya.
Padahal politik itu hanya sebuah kendaraan. Arah mana menuju tergantung
pengendara dan juga penumpangnya. Kok penumpangnya juga? Iya, supir bisa saja
berjalan tersesat tapi kalau penumpangnya kritis bisa mencegah hal-hal buruk
terjadi. Pernahkan ada kebijakan yang gagal dilaksanakan karena ada respon
penolakan dari masyarakat?
Ada artikel menarik. Tentang pemerintahan yang tidak
memajukan pendidikan rakyatnya. Akses pendidikan sengaja dibuat sulit. Biaya
sekolah melambung. Kurikulum yang menyusahkan. Kenapa? Karena masyarakat bodoh
itu lebih mudah diperalat, gampang diadu-domba, malas, maunya instan, suka
hiburan, tidak suka belajar. Kalau bisa dapat uang tunai kenapa harus capek-capek
kerja? Atau kalau kerja mau yang mudah, gajinya besar, bergengsi pula. Membaca
artikel itu membuatku ngeri. Jangan sampai negeri ini punya pemimpin seperti itu.
Tiba-tiba nulis tentang politik. Sebenarnya bukan tidak
tertarik, hanya biasanya cuma ada di pikiran saja. Februari 2024 tanggal 14
ini, akan ada pesta demokrasi pemilihan langsung kepala daerah, juga Presiden
dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2024-2029. Sesuai momennya, "Tantangan Mamah Gajah Ngeblog" men-challenge para member-nya menulis tentang “Harapan
untuk Pemimpin Indonesia”. Agak susah karena banyak rambu-rambunya haha. Salah satunya
tidak boleh menunjukkan keberpihakan pada salah satu paslon. Betul-betul
menantang buatku nih.
|
1st Challange Complete, Yes! |
Mau cerita sedikit tentang kisahku sebagai ibu. Memiliki
anak pertama. Mindset saat itu hanya seputar pengasuhan. Sudah terbayang dan
saling sepakat dengan pasangan, kami akan mendidik anak begini dan begitu. Lakukan
ini. Jangan lakukan itu. Tidak memberi anak screen
time sebelum 2 tahun. Beli mainan yang mendukung daya berpikir anak, bukan
hanya lucu atau bersuara dan berlampu-lampu. Membacakan buku setiap hari. Melibatkannya
dalam aktivitas sehari-hari. Membuat ia mendiri. Hal-hal seperti itu. Apakah berjalan
sesuai rencana? Alhamdulillah iya. Perkembangan motorik dan bahasanya terlihat
tidak ada masalah. Menurut kami dia pintar, fokusnya bagus dan cepat menangkap
sesuatu. Hal yang patut disyukuri tentu.
Namun dibalik itu kami menyadari ada hal yang luput kami
perhatikan. Soal status gizi dan pertumbuhannya. Terlalu banyak pikiran saat
hamil membuat aku terlambat tahu detil tentang bagaimana ibu hamil dan apa yang
harus diperhatikan bayi baru. Hanya informasi umum bahwa ibu harus sehat dan
tidak boleh makan sembarangan, rutin kontrol kandungan, minum suplemen, berusaha
bersalin normal dan memberi ASI pada bayi. Tetapi aku kurang mengerti mengapa
kenaikan BB ibu itu penting, kenapa harus minum air putih lebih banyak. Aku tidak
punya buku pink KMS yang ternyata didalamnya sudah terangkum banyak informasi. Nasib
anak rantau yang baru pindah tempat tinggal.
Kurangnya ilmu dan pengetahuan ini membuat kami terkejut
saat aku dinyatakan hipertensi dan harus induksi untuk segera melahirkan. Linglung.
Keputusan cepat dibuat. Persiapan melahirkan sangat singkat. Beberapa jam kemudian
bayi perempuan mungil lahir. Aku belum bisa langsung bertemu. Bayi harus
diobservasi dulu. Sekitar 12 jam, aku dan dia bertemu pertama kali. Langsung mencoba
IMD. Alhamdulillah bisa ASI eksklusif 6 bulan. Itu kabar bagus. Sayangnya aku
tidak plot BB di KMS yang seharusnya aku berusaha keras untuk boosting BB-nya yang kurang agar bisa ke
titik pertumbuhan rata-rata. Dan pertumbuhan tercepat itu di 3 – 6 bulan. And I lost that moment. Karena aku gagal
paham.
Lalu kemudian santer program pencegahan stunting. Di TV
ada iklan obat cacing. Cacingan dapat menyebabkan stunting. Ya, dan itu bukan
satu-satunya. Meskipun aku tidak tahu anakku ini stunting apa tidak, tapi dia
pernah divonis gagal tumbuh oleh dokter anak. Dari perawakan dia pendek. Orang-orang
bilang kecil seperti ibunya. Ha-ha-.
Belakangan aku baru mengamati penyebab pertumbuhan anakku
terhambat setidaknya ada beberapa faktor diantaranya kenaikan berat badan ibu
saat hamil tidak rendah, ibu hamil mengalami hipertensi, BBLR (Berat Bayi Lahir
Rendah), diare, infeksi bakteri, dan beberapa penyebab lain terkait kebersihan
udara dan lingkungan. Mohon maaf aku tidak bisa menyebutkan secara detil. Dari
masalah yang dialami anakku, masih bisa dikejar kalau segera ditangani.
Sayangnya aku baru melakukan pemeriksaan saat usianya sudah 18 bulan. Setelah
pengobatan berangsur naik berat badan dan bertambah tingginya, walau tetap
lebih pendek dari anak seusianya.
|
Cover Feed IG theAsianparent : "Kebijakan Capres tentang Stunting" |
Kenapa isu stunting ini penting? Persoalannya bukan soal
pendek dan tidak. Atau sulit bersaing dengan tenaga kerja asing yang fisiknya
lebih baik. Lebih serius, anak stunting itu kecerdasannya kurang. Daya tahan
tubuhnya juga tidak begitu bagus, mudah sakit. Dalam kehidupan sehari-hari
orang pendek itu daya jangkaunya juga pendek. Selain itu biasanya juga kurus. Lemah,
mudah capek. Akan sulit dalam pelajaran dan pekerjaan. Bayangkan lebih jauh ke
masa depan generasi selanjutnya.
Flash back ke
masa-masa menikah lalu hamil. Bisa dibilang kondisi keuangan termasuk rumah
tangga perjuangan. Waktu hamil sering khawatir soal finansial. Untuk makan
dipikirkan betul mau masak apa, maklum anggaran belanja terbatas. Kehamilan
semakin besar tenaga untuk mengerjakan perkerjaan rumah tangga termasuk masak
mulai terbatas. Kalau sudah begitu beli makan diluar ya mampunya beli kaki
lima. Alhasil pernah diare saat hamil dan harus minum oralit. Berat badan saat
hamil juga hanya naik 10-an kg. Dokter Obgyn berkali-kali menasehati makan
sedikit tapi sering, hal yang susah kulakukan saat itu. Kan harus irit.
Sekarang anaknya sudah masuk SD. Termasuk anak yang pendek
di kelas. Kendala pertama di seragam sekolah, harus permak dipendekkan sedikit
padahal sudah ukuran kecil. Di pelajaran olahraga, dia kalah saing saat lari. Field trip yang biasanya anak-anak suka,
tapi dia gak mau ikut. Gampang capek, pernah juga malah jadi sakit. Porsi makannya
juga sedikit.
Aku mengalami masalah di anak yang stunted. Dokter anak bilang usahakan berat badan anak naik, dengan
begitu harapannya tinggi anak juga bertambah. Itu saja sudah pusing. Menaikkan berat
di usia anak sudah sekolah itu tantangannya banyak. Waktu untuk memberi anak
asupan berkurang karena dia sekolah fullday.
Terkadang jadi sakit tertular teman-temannya di sekolah. Belum lagi anak-anak
yang suka minta jajan. Jajanan sekarang kandungannya banyak yang mengkhawatirkan.
Cobalah tengok jajanan murah anak-anak di pedangan asongan atau warung dekat
rumah. Laris manis karena ibu-ibu kebanyakan duidnya cukupnya beli jajan itu.
Persoalan stunting ini kompleks. Ibu-ibu doang akan kesulitan, butuh dukungan
pemerintah yang bisa bertindak dengan membuat kebijakan yang komprehensif. Pas banget
momen pemilu, aku menyoroti program capres terkait hal ini. Aku setuju banget
dengan pendapat ahli gizi, dokter Tan Shot Yen, salah satu aspek penting
persoalan stunting adalah ketahanan pangan. Bukan hanya soal ketersediaan stok,
juga mengkampanyekan pangan lokal. Juga regenerasi kader-kader posyandu sebagai
garda depan yang bertemu langsung dengan ibu dan anak. Keberadaan posyandu
kurasakan punya peran yang besar bisa mengedukasi masyarakat tentang kesehatan
ibu dan anak. Mengadakan pengukuran dan penimpangan bayi dan balita. Serta
menjalankan PMT (Pemberian Makanan Tambahan) olahan bahan lokal yang real food, bukan dengan memberikan
makanan instan atau jajan pabrikan yang minim gizi.
Dari Ketua Umum IDAI, Piprim Basarah Yanuarso, mengatakan
fokus persoalan stunting di 1000 HPK. Maksimal hingga 5 tahun anak harus
mendapat asupan protein hewani yang cukup. Negara kita kaya akan sumber protein
hewani seperti ikan, telur, unggas. Susu hanya sebagai tambahan, bukan menu
utama. Tugas pemerintah juga memastikan harga bahan pokok yang terjangkau.
Bagaimana anggota keluarga bisa cukup gizi kalau ibu tidak bisa membeli bahan
makanan akibat harga yang terus naik, tidak sebanding dengan pendapatan.
Aspek lainnya berhubungan dengan kesehatan. Sanitasi dan
ketersediaan air bersih masih jadi privilege tampaknya di negeri ini. Kalau
kalian tinggal di kota besar dalam perumahan yang sistem airnya dikelola swasta
mungkin tidak merasakannya. Untuk warga di rumah-rumah dempet, PDAM yang
dikelola Negara itu entah bagaimana sering matinya. Lalu persoalan lingkungan
terkait kualitas udara. Sumber polutan yang dihadapi semakin berat dan beragam
dari asap kendaraan, asap pabrik,
pembakaran sampah juga asap rokok. Sanitasi dan kualitas udara yang buruk
berdampak pada kesehatan anak-anak. Kalau anak sering sakit akan mengganggu
pertumbuhannya. Aku ngarep banget
pemimpin yang bisa tegas persoalan lingkungan ini. Apakah ada? Harusnya sih ada
ya.
|
Cover Feed IG @cisdi.id Membahas Gagasan Ketiga Capres tentang Stunting |
Mengenai masalah ini, Bagiku memilih pemimpin masa kini, haruslah seseorang yang paham strategi dan cerdik. Aku pribadi mendambakan pemimpin yang mampu melihat satu masalah, membahasnya secara mendalam, mencari sumber masalah terkait lalu berdiskusi dengan para ahli agar mendapat solusi yang tepat. Yah, politik mungkin membuat kita jengah. Tapi
kalau disuruh memilih ya aku akan pilih. Tidak golput. Meskipun tampaknya satu
suara seperti tidak ngaruh,
setidaknya aku sudah memilih. Memilih dengan alasan, bukan karena ikut-ikutan.
Memilih juga bukan sekedar memikirkan nasib kita, tapi juga untuk seluruh
masyarakat. Jadi saat kita dihadapkan pada pilihan-pilihan yang menurut kita
buruk semua. Pilih yang less evil than
worst. Memilih sambil didoakan. Ya, karena orang bisa berubah. Tentu saja
harapan kita berubahnya ke arah yang baik.