Ulasan Buku Memahami (Bakat) Diri Dahulu, Memandu (Bakat) Anak Kemudian

        Anak-anak bertumbuh dengan cepat. Waktu masih balita rasanya rajin memantau perkembangan kemampuannya. Masuk Sekolah Dasar dan bertemu dengan teman-teman yang memberi pengaruh cukup besar. Seiring dia makin besar dan akupun semakin menua, sebagai IRT yang kebanyakan waktu dihabiskan rumah membuat diri ini jadi bertanya-tanya. Sekarang aku menikmati kesibukanku mengurus rumah, suami dan membersamai anak-anak. Namun aku sadar dalam beberapa tahun kedepan jika anak-anak sudah besar, aku harus kembali punya kegiatan yang produktif.

        Dulu sekali sepintas pernah membaca judul buku ini di sosial media. Memahami (bakat) Diri Dahulu, Memandu (bakat) Anak Kemudian (MDDMAK). Sepertinya aku butuh ini tapi tak kunjung dimiliki. Sampai suatu hari secara mengejutkan aku memenangkan give away. Hadiahnya memilih buku dari sponsor. Diantara beberapa judul buku tentu saja aku pilih buku yang sudah lama penasaran ini. Menambal informasi berharap dapat insight baru dalam proses membesarkan anak-anak. Aku berharap anak-anakku bisa optimal dengan potensinya. Namun sebelum itu, sebagai orang tua harus lebih dulu melakukannya. Memberi contoh dengan aksi, akan berdampak karena anak-anak bisa melihat. Orang tuanya bekerja, orang tuanya berkarya.

Cover Depan Buku MDDMAK oleh Andita A. Aryoko

        Buku ini ditulis oleh Andita A. Aryoko untuk menyemangati para orang tua, khususnya kaum ibu agar bisa lekas selesai dengan dirinya. Kemudian menemukan dan menjalankan misi spesifik dari-Nya dengan bahagia. Lalu berlanjut dengan tugas memandu bakat anak.

        Apakah anda sebagai orang tua ingin mengetahui bakat anak-anak? Kalau saya iya. Dan sepertinya banyak orang tua seperti itu. Alasannya ingin memberi stimulasi dan pendidikan yang tepat, mengoptimalkan potensi anak sejak dini, agar mereka tidak perlu galau berlama-lama mencari jati diri seperti yang dulu dirasakan orang tuanya. Tahukah anda bahwa 87% mahasiswa merasa salah jurusan? Menjalani masa-masa perkuliahan yang tidak sesuai panggilan itu rasanya seperti makan lupa minum, seret. Orang tua tidak ingin anak-anaknya mengalami hal serupa. Apalagi membayangkan tantangan anak-anak di masa depan akan lebih berat. Pintar saja tidak cukup kalau tidak ditunjang dengan banyak kemampuan dan keterampilan.

Kutipan Tentang Bakat Anak pada Kata Pengantar Penulis

        Bakat adalah potensi bawaan manusia berupa pikiran, perasaan, perilaku dan dapat dimanfaatkan untuk produktivitas. Potensi kekuatan ini perlu dikembangkan dengan menambah keterampilan (skill), pengetahuan (knowledge), dan sikap (attitude). Bakat tidak bisa terlihat hanya dengan membaca buku atau tes-tes bakat. Bakat akan terlihat jelas jika beraktivitas. 

Tentang Stunting yang Beneran Penting!

        Politik membuat orang jengah dan apatis. Tidak peduli siapapun yang jadi toh sama sama aja negara ini. Citra politik jadi demikian hina karena para pelaku didalamnya. Padahal politik itu hanya sebuah kendaraan. Arah mana menuju tergantung pengendara dan juga penumpangnya. Kok penumpangnya juga? Iya, supir bisa saja berjalan tersesat tapi kalau penumpangnya kritis bisa mencegah hal-hal buruk terjadi. Pernahkan ada kebijakan yang gagal dilaksanakan karena ada respon penolakan dari masyarakat?

        Ada artikel menarik. Tentang pemerintahan yang tidak memajukan pendidikan rakyatnya. Akses pendidikan sengaja dibuat sulit. Biaya sekolah melambung. Kurikulum yang menyusahkan. Kenapa? Karena masyarakat bodoh itu lebih mudah diperalat, gampang diadu-domba, malas, maunya instan, suka hiburan, tidak suka belajar. Kalau bisa dapat uang tunai kenapa harus capek-capek kerja? Atau kalau kerja mau yang mudah, gajinya besar, bergengsi pula. Membaca artikel itu membuatku ngeri. Jangan sampai negeri ini punya pemimpin seperti itu.

        Tiba-tiba nulis tentang politik. Sebenarnya bukan tidak tertarik, hanya biasanya cuma ada di pikiran saja. Februari 2024 tanggal 14 ini, akan ada pesta demokrasi pemilihan langsung kepala daerah, juga Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia 2024-2029. Sesuai momennya, "Tantangan Mamah Gajah Ngeblog" men-challenge para member-nya menulis tentang “Harapan untuk Pemimpin Indonesia”. Agak susah karena banyak rambu-rambunya haha. Salah satunya tidak boleh menunjukkan keberpihakan pada salah satu paslon. Betul-betul menantang buatku nih.

1st Challange Complete, Yes!

        Mau cerita sedikit tentang kisahku sebagai ibu. Memiliki anak pertama. Mindset saat itu hanya seputar pengasuhan. Sudah terbayang dan saling sepakat dengan pasangan, kami akan mendidik anak begini dan begitu. Lakukan ini. Jangan lakukan itu. Tidak memberi anak screen time sebelum 2 tahun. Beli mainan yang mendukung daya berpikir anak, bukan hanya lucu atau bersuara dan berlampu-lampu. Membacakan buku setiap hari. Melibatkannya dalam aktivitas sehari-hari. Membuat ia mendiri. Hal-hal seperti itu. Apakah berjalan sesuai rencana? Alhamdulillah iya. Perkembangan motorik dan bahasanya terlihat tidak ada masalah. Menurut kami dia pintar, fokusnya bagus dan cepat menangkap sesuatu. Hal yang patut disyukuri tentu.

       Namun dibalik itu kami menyadari ada hal yang luput kami perhatikan. Soal status gizi dan pertumbuhannya. Terlalu banyak pikiran saat hamil membuat aku terlambat tahu detil tentang bagaimana ibu hamil dan apa yang harus diperhatikan bayi baru. Hanya informasi umum bahwa ibu harus sehat dan tidak boleh makan sembarangan, rutin kontrol kandungan, minum suplemen, berusaha bersalin normal dan memberi ASI pada bayi. Tetapi aku kurang mengerti mengapa kenaikan BB ibu itu penting, kenapa harus minum air putih lebih banyak. Aku tidak punya buku pink KMS yang ternyata didalamnya sudah terangkum banyak informasi. Nasib anak rantau yang baru pindah tempat tinggal.

        Kurangnya ilmu dan pengetahuan ini membuat kami terkejut saat aku dinyatakan hipertensi dan harus induksi untuk segera melahirkan. Linglung. Keputusan cepat dibuat. Persiapan melahirkan sangat singkat. Beberapa jam kemudian bayi perempuan mungil lahir. Aku belum bisa langsung bertemu. Bayi harus diobservasi dulu. Sekitar 12 jam, aku dan dia bertemu pertama kali. Langsung mencoba IMD. Alhamdulillah bisa ASI eksklusif 6 bulan. Itu kabar bagus. Sayangnya aku tidak plot BB di KMS yang seharusnya aku berusaha keras untuk boosting BB-nya yang kurang agar bisa ke titik pertumbuhan rata-rata. Dan pertumbuhan tercepat itu di 3 – 6 bulan. And I lost that moment. Karena aku gagal paham.

         Lalu kemudian santer program pencegahan stunting. Di TV ada iklan obat cacing. Cacingan dapat menyebabkan stunting. Ya, dan itu bukan satu-satunya. Meskipun aku tidak tahu anakku ini stunting apa tidak, tapi dia pernah divonis gagal tumbuh oleh dokter anak. Dari perawakan dia pendek. Orang-orang bilang kecil seperti ibunya. Ha-ha-.

         Belakangan aku baru mengamati penyebab pertumbuhan anakku terhambat setidaknya ada beberapa faktor diantaranya kenaikan berat badan ibu saat hamil tidak rendah, ibu hamil mengalami hipertensi, BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah), diare, infeksi bakteri, dan beberapa penyebab lain terkait kebersihan udara dan lingkungan. Mohon maaf aku tidak bisa menyebutkan secara detil. Dari masalah yang dialami anakku, masih bisa dikejar kalau segera ditangani. Sayangnya aku baru melakukan pemeriksaan saat usianya sudah 18 bulan. Setelah pengobatan berangsur naik berat badan dan bertambah tingginya, walau tetap lebih pendek dari anak seusianya.

Cover Feed IG theAsianparent : "Kebijakan Capres tentang Stunting"

        Kenapa isu stunting ini penting? Persoalannya bukan soal pendek dan tidak. Atau sulit bersaing dengan tenaga kerja asing yang fisiknya lebih baik. Lebih serius, anak stunting itu kecerdasannya kurang. Daya tahan tubuhnya juga tidak begitu bagus, mudah sakit. Dalam kehidupan sehari-hari orang pendek itu daya jangkaunya juga pendek. Selain itu biasanya juga kurus. Lemah, mudah capek. Akan sulit dalam pelajaran dan pekerjaan. Bayangkan lebih jauh ke masa depan generasi selanjutnya.

        Flash back ke masa-masa menikah lalu hamil. Bisa dibilang kondisi keuangan termasuk rumah tangga perjuangan. Waktu hamil sering khawatir soal finansial. Untuk makan dipikirkan betul mau masak apa, maklum anggaran belanja terbatas. Kehamilan semakin besar tenaga untuk mengerjakan perkerjaan rumah tangga termasuk masak mulai terbatas. Kalau sudah begitu beli makan diluar ya mampunya beli kaki lima. Alhasil pernah diare saat hamil dan harus minum oralit. Berat badan saat hamil juga hanya naik 10-an kg. Dokter Obgyn berkali-kali menasehati makan sedikit tapi sering, hal yang susah kulakukan saat itu. Kan harus irit.

         Sekarang anaknya sudah masuk SD. Termasuk anak yang pendek di kelas. Kendala pertama di seragam sekolah, harus permak dipendekkan sedikit padahal sudah ukuran kecil. Di pelajaran olahraga, dia kalah saing saat lari. Field trip yang biasanya anak-anak suka, tapi dia gak mau ikut. Gampang capek, pernah juga malah jadi sakit. Porsi makannya juga sedikit.

         Aku mengalami masalah di anak yang stunted. Dokter anak bilang usahakan berat badan anak naik, dengan begitu harapannya tinggi anak juga bertambah. Itu saja sudah pusing. Menaikkan berat di usia anak sudah sekolah itu tantangannya banyak. Waktu untuk memberi anak asupan berkurang karena dia sekolah fullday. Terkadang jadi sakit tertular teman-temannya di sekolah. Belum lagi anak-anak yang suka minta jajan. Jajanan sekarang kandungannya banyak yang mengkhawatirkan. Cobalah tengok jajanan murah anak-anak di pedangan asongan atau warung dekat rumah. Laris manis karena ibu-ibu kebanyakan duidnya cukupnya beli jajan itu.

         Persoalan stunting ini kompleks. Ibu-ibu doang akan kesulitan, butuh dukungan pemerintah yang bisa bertindak dengan membuat kebijakan yang komprehensif. Pas banget momen pemilu, aku menyoroti program capres terkait hal ini. Aku setuju banget dengan pendapat ahli gizi, dokter Tan Shot Yen, salah satu aspek penting persoalan stunting adalah ketahanan pangan. Bukan hanya soal ketersediaan stok, juga mengkampanyekan pangan lokal. Juga regenerasi kader-kader posyandu sebagai garda depan yang bertemu langsung dengan ibu dan anak. Keberadaan posyandu kurasakan punya peran yang besar bisa mengedukasi masyarakat tentang kesehatan ibu dan anak. Mengadakan pengukuran dan penimpangan bayi dan balita. Serta menjalankan PMT (Pemberian Makanan Tambahan) olahan bahan lokal yang real food, bukan dengan memberikan makanan instan atau jajan pabrikan yang minim gizi.

        Dari Ketua Umum IDAI, Piprim Basarah Yanuarso, mengatakan fokus persoalan stunting di 1000 HPK. Maksimal hingga 5 tahun anak harus mendapat asupan protein hewani yang cukup. Negara kita kaya akan sumber protein hewani seperti ikan, telur, unggas. Susu hanya sebagai tambahan, bukan menu utama. Tugas pemerintah juga memastikan harga bahan pokok yang terjangkau. Bagaimana anggota keluarga bisa cukup gizi kalau ibu tidak bisa membeli bahan makanan akibat harga yang terus naik, tidak sebanding dengan pendapatan.

     Aspek lainnya berhubungan dengan kesehatan. Sanitasi dan ketersediaan air bersih masih jadi privilege tampaknya di negeri ini. Kalau kalian tinggal di kota besar dalam perumahan yang sistem airnya dikelola swasta mungkin tidak merasakannya. Untuk warga di rumah-rumah dempet, PDAM yang dikelola Negara itu entah bagaimana sering matinya. Lalu persoalan lingkungan terkait kualitas udara. Sumber polutan yang dihadapi semakin berat dan beragam dari  asap kendaraan, asap pabrik, pembakaran sampah juga asap rokok. Sanitasi dan kualitas udara yang buruk berdampak pada kesehatan anak-anak. Kalau anak sering sakit akan mengganggu pertumbuhannya. Aku ngarep banget pemimpin yang bisa tegas persoalan lingkungan ini. Apakah ada? Harusnya sih ada ya.

Cover Feed IG @cisdi.id Membahas Gagasan Ketiga Capres tentang Stunting
      

        Mengenai masalah ini, Bagiku memilih pemimpin masa kini, haruslah seseorang yang paham strategi dan cerdik. Aku pribadi mendambakan pemimpin yang mampu melihat satu masalah, membahasnya secara mendalam, mencari sumber masalah terkait lalu berdiskusi dengan para ahli agar mendapat solusi yang tepat. Yah, politik mungkin membuat kita jengah. Tapi kalau disuruh memilih ya aku akan pilih. Tidak golput. Meskipun tampaknya satu suara seperti tidak ngaruh, setidaknya aku sudah memilih. Memilih dengan alasan, bukan karena ikut-ikutan. Memilih juga bukan sekedar memikirkan nasib kita, tapi juga untuk seluruh masyarakat. Jadi saat kita dihadapkan pada pilihan-pilihan yang menurut kita buruk semua. Pilih yang less evil than worst. Memilih sambil didoakan. Ya, karena orang bisa berubah. Tentu saja harapan kita berubahnya ke arah yang baik.