2022-ku dengan MGN

Apa itu MGN? Kalau bahas ini akan muncul penjelasan-penjelasan lain agar paham asal usulnya. MGN adalah singkatan dari Mamah Gajah Ngeblog yang mulai eksis diawal tahun 2021. Satu dari sekian banyak subkomunitas hobi ITBMotherhood. Nah loh harus jelasin lagi kan itu apaan? Dari namanya sudah ketebaklah ya kalau itu isinya anak-anak yang kuliah di ITB. ITB tahukan ya tak perlu saya jelaskan. Motherhood yaa isinya perempuan semua, baik yang sudah berstatus ibu ataupun masih calon ibu. Yap tidak mesti yang sudah emak-emak boleh gabung disini, yang belum menikah pun boleh. Saya dulu join grup ini malah sebelum lulus kuliah. Cuma gak aktif ngikutin, pasif sekali bahkan nyimak saja tidak. Belum relate kali ya bahasannya dengan kehidupan yang dialami. Kalau sekarang? Menjadi grup yang diskusinya selalu dinanti-nanti. Merasakan kemanfaatannya saya suka njeblosin teman-teman saya ke grup ini. Terkhusus yang baru punya bayi. Ini grup seperti pusat segala informasi.

Kembali ke MGN. Saya udah tahu lama sebenernya. Cuma karena terlalu banyak mikir, takut tidak bisa konsisten menyetor tulisan, gak pede tulisan tidak bagus, ah malu saya cupu emak-emak ITB pasti pada mantep deh. Dan banyak monolog dalam kepala ini. Lalu kenapa saya melirik komunitas ini? Karena dulu di tahun akhir kuliah, saya sempat aktif menulis blog. Isinya kebanyakan review film dan dorama. Waktu itu saya nulis ya nulis saja, sayang sempat berhenti lama. Padahal beberapa orang bilang kalau tulisan saya bagus. Maksudnya saya punya potensi menulis. Iya sih. Kadang saya membaca ulang tulisan saya dan heran sendiri apa bener ini saya yang nulis. Kok bagus?? Haha apasih.

Berbekal sedikit kemampuan, pujian dan kepercayaan diri maka saya memberanikan mengajukan nama untuk join MGN. Saya merasa perlu memaksa diri untuk rajin menulis. Selain itu saya merasa diri ini suka overthinking dan saya bukan orang yang mudah curhat, cerita kemana-mana. Belakangan saya tahu dari teman bahwa menulis bisa juga menjadi terapi.

Bergabung di MGN. Ada tantangan menulis setiap bulannya. Dan di akhir akan ada voting untuk mendapatkan tulisan-tulisan terbaik dan mana yang jadi favorit. Tidak punya ekspektasi macam-macam. Saya hanya ingin punya blog yang aktif diisi tulisan. Ternyata saya dapat badge tulisan favorit. Gak nyangka. Ini jadi motivasi tersendiri. Terima kasih teteh-teteh.
Logo Subkomunitas MGN


Awalnya saya mengira di MGN akan ada semacam tim juri yang akan menilai dan mengoreksi tulisan di setiap blog. Tapi ternyata engga ribet gitu. Semua -termasuk admin: mamah Andina, mamah Risna, mamah Uril, mamah Restu- menulis saja di blog sesuai tema kalau tantangan dan menulis bebas jika blog walking. Kemudian semua saling membaca dan menilai melalui voting beberapa kategori. Ternyata kegiatan ini bermanfaat menambah wawasan, menikmati gaya penulisan yang berbeda tiap orang dan ternyata gak melulu isi tulisannya sesuatu yang wah nan banyak istilah. Ya ada juga sih. Namun ada yang ringan saja, pengalaman pribadi dan tingkah konyol.

Ya ampun ini tulisan gak ujung-ujung. Intinya sih 2022 finally mempertemukan saya dengan komunitas ini. Semoga saya tetap bisa konsisten nulis dengan semangat ataupun saat tidak semangat. Hingga saya bisa mengisi hidup ini dengan berbagi tulisan yang bermanfaat.

Secara ajaib tulisan saya buat dalam setengah jam. Tadinya sebagai penutup postingan untuk MGN di tahun 2022 ini tapi saya terlambat setor karena lagi tidak sehat dan nungguin anak tidur yang engga tidur tidur malah saya jadi yang ketiduran. Wkwk.

Terima kasih sudah membaca.

Cinta Diri Sejak Dini

Topik tentang kesehatan mental semakin populer beberapa tahun terakhir ini terutama di sosial media kita. Mulai dari depresi, bipolar, gangguan kecemasan, skizofrenia, termasuk PPD (Post Partum Depression) dan baby blues pada ibu pasca melahirkan. Nyatanya jumlah orang yang didiagnosis mengalami gangguan ini meningkat pesat, bahkan menurut WHO 1 dari 4 orang dewasa beresiko mengidap gangguan mental. Sedangkan pada anak-anak dan remaja dibawah usia 14 tahun perbandingannya 1 dari 5 orang. Jumlah yang cukup mengkhawatirkan.

Jika melihat penyebabnya, gangguan mental ini disebabkan oleh berbagai faktor yaitu biologi (genetik, dalam masa kehamilan, trauma kepala, gangguan anatomi dan fisiologi), psikologis (konsep diri, intelegensia, perkembangan emosional) dan sosial (stabilitas keluarga, pola asuh orang tua, adat dan budaya, tingkat ekonomi). Memandang isu ini dari sudut pandang seorang ibu, yang dikhawatirkan kemudian bukan tentang diri sendiri tapi ke anak-anak. Apa yang bisa dilakukan untuk meminimalkan faktor resiko gangguan mental ini pada anak-anak kita?

Melalui pola asuh yang baik dan sehat setidaknya dapat kita mulai ajarkan pada anak-anak kita untuk mencintai dirinya. Selain tentu mengenalkan dan mencintai Tuhan. Sering kan ya kita dengar orang yang sakit mental di-judge kurang beriman. Padahal ya nggak sesederhana itu. Mampu menerima diri sendiri ternyata menjadi salah satu bagian penting pada kebahagiaan hidup seseorang. Istilah populernya mencintai diri sendiri atau self-love, yang merupakan aspek penting bagi kesehatan mental, menjaga depresi dan kecemasan.

Hubungannya bagaimana ya antara self love dengan menjaga kesehatan mental? Orang yang memiliki self love mampu menghargai dan berteman dengan dirinya sendiri, menerima kelebihan dan kekurangan pada dirinya. Dengan pikiran dan keadaan psikologis yang positif ini akan mempengaruhi sudut pandang dan respon seseorang dalam menyikapi segala hal, pengalaman, kejadian di sekitar, perubahan lingkungan termasuk menyikapi perlakuan orang lain terhadap dirinya. Sepertinya ini menjadi soft skill penting untuk hidup di jaman ini, yang layak dikenalkan sejak dini. 

Ajarkan Self Love Sejak Masih Kanak-kanak

Jika membahas tentang anak-anak dan dunia kanak-kanak sekarang ini, rasanya jauh berbeda dengan jaman saya masih kecil. Anak SD masih santai, pulang sekolah masih bisa bermain dengan tetangga di sore hari. Seperti tidak ada capeknya pulang sekolah. Sekarang ini, anak TK saja pulang sekolah masih belum tentu bisa santai karena ada jadwal les ini dan itu. Anak kelas 1 katanya tidak harus bisa membaca dan menulis tetapi rata-rata siswa sudah bisa membaca walau terbata-bata. Anak mungkin lelah tapi kalau tidak les bisa ketinggalan dengan teman-teman di sekolah. Dan rasanya tidak enak menjadi yang tertinggal.

Terlepas karena kebutuhan atau gengsi, orang tua menjadi fokus pada kemampuan akademis anak, tetapi lupa memperhatikan perasaan anak. Bila berlangsung bertahun-tahun maka anak akan asing dengan perasaan mencintai diri sendiri. Padahal kemampuan ini dapat mendukung anak tumbuh lebih percaya diri, bangga pada apa yang bisa dia kerjakan, mampu belajar dari kesalahannya, dan paling penting tidak mudah terpengaruh lingkungan negatif.

Review Buku Seri Early Readers

Lalu bingung darimana memulai mengenalkan self love ke anak-anak ya? Ada banyak cara, salah satunya melalui cerita dalam buku. Setelah galau cukup lama mencari bahan tulisan Untuk menjawab Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog (MGN) bulan november 2022, saya memutuskan untuk mereview buku si kakak. Buku yang dibeli sekitar tahun 2018 saat usianya masih 2 tahun. 

Buku-buku Seri Early Readers

Seri Early Readers karya penulis dari Korea Selatan yaitu Yoon Yeo-rim dan illustrator oleh Bae Hyun-ju. Buku ini terdiri dari 3 judul: “Aku Sayang Diriku!”, “Aku Suka Semua!”, dan “Halo, Semua!”. Hanya punya dua judul saja karena saat itu stok “Halo, Semua!” sedang kosong. Buku ini sebenarnya sudah lama tidak dibaca karena si kakak sudah 6 tahun, lebih tertarik dengan buku yang isinya lebih banyak. Buku-buku ini dibaca lagi untuk bahan cerita ke adiknya, saat ini berusia 18 bulan. Benar ya, pada buku yang sama pemaknaan kita bisa berbeda jika kita membacanya di waktu yang berbeda. Itu yang saya rasakan ketika membaca ulang buku-buku ini setelah 4 tahun berlalu.

Kata Pengantar Untuk Pembaca Cilik



Diawal buku, penulis memuji pembaca anak dengan kata-kata “anak keren yang menyayangi diri sendiri”. Juga dibagian cover belakang, penulis menyampaikan pesan buku ini untuk mengajari anak sayang diri sendiri, percaya diri dan mengajak anak-anak menyukai segala hal di sekitar mereka. Ya, mengajak anak menyukai hal-hal disekitarnya. Saya membacakan ulang buku ini untuk si kakak. Dulu dia dibacakan saat masih batita, sekarang dia sudah jadi anak sekolah TK. Namanya anak sekolah, sudah mulai punya pergaulan dengan teman-temannya. Cerita tersering yang saya dengar adalah tentang dia yang terlihat ingin sesuatu yang sama dengan yang dimiliki teman-temannya. Saya bisa mengerti perasaannya karena waktu saya kecil juga seperti itu, bedanya si kakak ini cerita ke orang tuanya, sedangkan saya dulu tidak. Saya merasa senang ketika anak mau membuka dirinya kepada saya, sehingga saya punya kesempatan untuk menerima perasaannya dan menjawab kegundahannya.

Salah satu halaman pada buku "Aku Suka Semua!"

Dalam buku yang berjudul “Aku Suka Semua!”, diceritakan tentang tokoh anak yang menyukai barang-barang yang ada di rumahnya. Mulai dari mainan sampai ke personal stuff, benda mati juga benda hidup. Boneka beruang, rumah-rumahan, sepeda, balon, bebek karet teman mandi, sikat gigi, sepatu, kloset kecil, tunas kecil, batu-batu yang dipungut di jalan, hingga pasir. Apapun benda yang diceritakan, semua diakhiri dengan kata “aku suka …”.Yang saya suka dari buku ini, barang-barang yang ditampilkan cukup umum ada di rumah-rumah yang memiliki anak kecil di Indonesia. Mungkin karena penulisnya orang Asia sehingga masih relate dengan kehidupan kita. Dengan bantuan buku ini saya mencoba menyampaikan kepada si kakak agar dirinya bersyukur dengan apa yang dia miliki. Keinginan untuk memiliki sesuatu yang sama dengan temannya adalah hal yang wajar, saya mempersilakan dia untuk bilang ke saya atau ayahnya. Hanya saja dia harus tahu kalau belum tentu dia akan kami beri apa yang dia mau, kecuali jika itu adalah sesuatu yang kami rasa dia butuh dan dia belum punya.

Salah satu halaman pada buku "Aku Sayang Diriku!"

Untuk buku yang berjudul “Aku Sayang Diriku!”, diceritakan tokoh anak yang mengenal diri dan menyukai apapun pada dirinya. Dari tingkah lucu dan pintar hingga kelakuan konyol, kotor, dan berantakan. Bergaya imut, makan lahap walau berceceran, kaki nyangkut saat pakai celana, menyundul bola tinggi, main hujan, main pasir, membereskan mainan padahal masih berantakan, merawat adik, berdandan ala orang dewasa, bersembunyi dalam lemari dan tertawa bersama teman. Apapun yang dilakukan, semua diawali dengan kalimat “aku sayang diriku”. Isi buku ini seolah ingin menyampaikan ke orang tua bahwa wajar anak-anak menjadi berantakan dan kotor saat sedang bermain. Kegiatan yang menyenangkan dan menyehatkan bagi raga dan jiwa mereka. Ada sebagian orang tua yang tidak membolehkan anaknya kotor, harus kinclong selalu. Jadi ingat jargon iklan detergen “Berani kotor itu baik!”. Sebagai orang tua dengan anak bayi dan balita sepertinya saya perlu selalu ingat ini kalau mereka berantakan, kotor atau basah. Supaya tidak mudah emosi ya, hehe.

Cover buku "Halo, Semua!"

Terakhir untuk buku berjudul “Halo, Semua!” saya tidak punya, namun sempat membaca sekilas review di sosial media. Tokoh anak dalam buku ini diceritakan sangat ramah. Selalu menyapa “Halo” kepada siapa saja, tetangga, teman-teman dan siapapun yang dijumpainya termasuk hewan-hewan. Menyapa ayah dan kakek, menyapa kakak dan nenek tetangga, menyapa teman-teman, bibi penjual, tukang sepeda, anjing, burung-burung sampai awan pun disapa. Dunia anak yang ceria dan ramah, membuat orang dewasa serasa ingin kembali ke masa kecil ya.

Harapan Penulis di Cover Belakang Buku

Mengajari anak-anak mencintai diri mereka dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya melalui membacakan buku. Kegiatan mudah dan menyenangkan ini dapat menjadi media komunikasi efektif untuk orang tua dan anak, menasehati tanpa menggurui. Anak-anak senang, pesan orang tua tersampaikan. Saya percaya dengan pola pikir dan pola asuh yang baik dan sehat, kita dapat mengupayakan mental sehat untuk masa depan anak-anak.

Tantangan Terakhir di Tahun 2022


Referensi:

- BEM Fakultas Psikologi. “Kesehatan Mental dan Sejarah World Mental Health”. (http://bem.fppsi.um.ac.id/index.php/2018/11/05/kesehatan-mental-dan-sejarah-world-mental-health-day/), diakses 14 November 2022.

- dr. Kamila Adam, Sp.KJ. “Mitos, Kesalahpahaman, dan Fakta Mengenai Gangguan Jiwa”. (https://rs-soewandhi.surabaya.go.id/mitos-kesalahpahaman-dan-fakta-mengenai-gangguan-jiwa/), diakses 20 November 2022

- RSJ Menur, Jawa Timur. “Faktor Penyebab Gangguan Jiwa”. (https://rsjmenur.jatimprov.go.id/post/2020-07-28/faktor-penyebab-gangguan-jiwa#:~:text=Beberapa%20bukti%20menunjukkan%20bahwa%20gangguan,gangguan%20anatomi%20dan%20fisiologi%20saraf.), diakses 20 November 2022

- Aninsi, Niken. “10 Cara Self Love dan Pentingnya Mencintai Diri Sendiri". (https://katadata.co.id/safrezi/berita/61d7c91d5ed91/10-cara-self-love-dan-pentingnya-mencintai-diri-sendiri), diakses 20 November 2022

Setelah Belasan Tahun

2007 Alhamdulillah aku dinyatakan diterima sebagai mahasiswa ITB. Sejak itulah aku resmi jadi anak rantau. Oh, sebenarnya aku sudah lulus SMA setahun sebelumnya, hanya karena belum tahu tujuan kuliah apa dan dimana jadilah saya ikut saja dengan kakak yang sedang kuliah di Semarang, Jawa Tengah. Maksudnya untuk memberi suasana perjuangan anak kuliahan, soalnya kalau saya di kampung halaman doang terancam santai karena nyaris tidak ada hawa-hawa kompetisi. Apalagi saya model anak rumahan, kalau tidak ada agenda kegiatan maka saya di rumah saja.

Tahun-tahun pertama di ITB adalah masa-masa TPB yang berat. Bukan kuliahnya saja. Penyesuaian dengan lingkungan baru, menu makanan yang beda selera, perkuliahan, perbedaan bahasa dan yang paling berat adalah rindu. Ya, berpisah dengan bapak ibu. Homesick membuatku betul betul sick. Sampai-sampai bapak pernah bilang dalam satu waktu ketika mengunjungiku ke Bandung. Inti perkataan beliau, "kalau ndak kuat mau pulang aja kah?"

Oh NO, susah-susah masuk ITB kok karena kangen gini aja jadi mundur. Bismillah lanjut, Pak!

Ulala.. masuk ITB memang susye tetapi keluarnya ternyata lebih susah yaaa.. wkwk. Ya gimana bapak gak bilang gitu. Wong pas ketemu bapak, aku lagi sakit serius dan beruraian air mata. Pas perpisahan apalagi beuh. Karena tahu akan sangat jarang untuk aku bisa dikunjungi. Aku dan rumahku beda pulau, cost lumayan jadi untuk pulang pun jarang. 

2011 menjadi tahun yang melegakan. Bulan juli menjalani sidang dan dinyatakan lulus. Baru di bulan oktober mengikuti prosesi wisuda di Gedung Sabuga. Banggalah bisa membawa bapak ibu duduk didalamnya. Berasa eksklusif, karena dari prodi (program studi) angkatanku hanya 4 orang yang wisuda saat itu.


Setelah wisuda apakah aku langsung balik ke kampung halaman? Ternyata tidak. Aku mulai terbiasa dan betah. Juga terlibat beberapa proyek berpenghasilan bersama teman-teman. Masa-masa produktif yang menyenangkan. Bapak ibu ingin mengajakku pulang, namun mereka sadar sepertinya peluang karir untuk aku lebih terbuka di Bandung.

Sekitar setahun aku masih jadi anak kosan. Sampai suatu kali bapak menelpon menanyakan kembali niatku apa masih di Bandung atau mau pulang. Dasar aku keras kepala tidak mau pulang. Gaya bener. Seolah sudah lupa bagaimana meweknya aku di tahun pertama dulu. Padahal maksud bapak meneleponku adalah mau memberi instruksi, kalau memang aku mau di Bandung sekalian saja kuliah lagi. Siapa tahu ketemu jodoh. DEG! Ya ampuun ini bapak modus yaa.. dikira bercanda tapi ternyata serius banget. Yang mana yang serius, tentang kuliah atau jodoh? Keduanya yes.

2012 Mengikuti wawancara sebagai syarat pendaftaran mahasiswa magister FSRD. Walaupun sudah bermodal ijazah cap gajah tapi melihat calon mahasiswa lain datang dengan membawa -memamerkan- portofolio karya mereka, sempet bikin keder juga. Aku dan beberapa temanku tidak membawa apa-apa soalnya. Bawa diri aja dengan pakaian rapi.

Eng ing eng. Hasil penerimaan menyatakan selamat datang kembali kepadaku di kampus gajah. Kali ini perasaannnya agak berbeda dengan jaman S1 dulu. Rasa senengnya lebih dirasakan oleh orang tuaku. Aku bukan tidak suka, bersyukur iya. Ya harus dong karena ternyata temen-temen yang membawa-bawa portofolio keren-keren itu tidak diterima. Padahal mereka sudah jauh-jauh datang dari daerah yang jauh di Jawa tengah dan Jawa Timur sana.

Masa perkuliahan dilewati dengan lebih santai. Minim drama. Tidak banyak kongkow. Sambil melanjutkan proyek dengan teman-teman. Tidak hanya kuliah, aku juga menerima ajakan seorang teman lain untuk berorganisasi. Awalnya karena untuk menemani aktivitas teman ini namun ternyata aku aktif juga dan menikmati. Senang hati kegiatan menjadi bervariasi. 


2015. Sekali lagi ke Gedung Sabuga bersama orang tua dan ehem ehem.. Alhamdulillah sudah ada pendamping wisuda. Lagi lagi oktoberian. Soalnya awal tahun lamaran, mei nikahan. Jadi ga kekejar dong mau juli wisudaan. Wkwk..

Setelah sah jadi istri orang, orang tua sudah tidak bisa lagi membujuk-bujuk aku pulang. Aku jelas akan ikut domisili suami, mereka mengerti itu. Dan kami sepakat akan stay di Bandung. Warawiri penyesuaian di awal-awal pernikahan hingga dalam setahun 3x pindahan. Heboh repot dan serunya pindahan. Suasana baru lagi di tempat yang baru. Pas positif hamil sudah stop nomaden-nya. Bumil ga bisa diginiin. Harus jaga kesehatan fisik dan keuangan persiapan buat nanti lahiran. 

2016 Perasaan mules deg-degan saat sidang tidak seberapa bila dibandingkan dengan mules menjelang persalinan. Bagaimana tidak? Perjuangan hidup dan mati katanya, itu yang sering kudengar. Nyatanya aku "dipaksa" melahirkan oleh dokter karena kondisi preeklampsia, demi keselamatan ibu dan bayi. Blank. Bahkan saat di dalam ruang bersalin dan menjalani beberapa prosedur aku masih tidak percaya akan melahirkan secepat ini. Ya kupikir masih 2-4 pekan lagi. Aku belum betul-betul menyiapkan mental dan belum fix menentukan akan lahiran dimana. Allah menunjukkan kekuasaan-Nya, Dia yang pilihkan sebelum aku galau berkepanjangan.

Beberapa jam kemudian. Alhamdulillah proses induksi tidak terlalu lama bukaan sudah sempurna. Akupun resmi menjadi ibu. Rasanya masih belum percaya saat menggendong bayi mungil tak berdaya untuk pertama kalinya. Aku lega. Suami lebih lega. Dia sempat merasa horor banget karena monitor pada peralatan tanda vital yang dipasang padaku sempat menunjukkan lampu kuning. Tidak terbayang olehnya kalau lampu itu berubah jadi merah. Sampai-sampai dia berpikir, kalau disuruh memilih menyelamatkan salah satu antara ibu atau bayi, dia akan mantap menjawab IBU-nya! Saat mendengar itu aku tersapu-sapu eh tersipu-sipu bahagia. Alhamdulillah itu tidak terjadi, bayi dan ibu selamat. 


2019 akhir. Pandemi diumumkan. Dunia sedang dilanda wabah seperti flu yang merusak organ pernapasan akut menyebabkan kematian jutaan jiwa. Corona virus disease alias Covid-19. Angka 19 berasal dari tahun ditemukannya pertama kali di Wuhan, Tiongkok. Negara inipun sigap melakukan karantina satu kota. Bergerak cepat untuk penanganan wabah. Namun virus terlanjur sudah menyebar dan masuk ke indonesia kisaran februari 2000. Ingat sekali karena pada bulan itu aku masih pergi ke bandara Soekarno Hatta dan belum ada pemberlakuan wajib masker atau apapun pencegahan wabah. Penerbangan Internasional kedatangan dan keberangkatan juga bebas. 

Keluarga kecilku begitu taat protokol kesehatan. Karena itu, 2 tahun pandemi ini terasa berat dan bosan karena lebih banyak di rumah. Kami juga tidak menerima kunjungan orang luar ke rumah, kecuali harus patuh prokes. Aku sangat protect ke anak, tidak mau teledor.

Kondisi pandemi ini ternyata membuat keluarga besarku, terutama ibu, selalu mengkhawatirkan kami yang tinggal beda pulau ini. Maklum, Bandung saat itu termasuk zona merah juga letak geografisnya yang dekat dengan jkarta. Apalagi ketika tahu aku hamil lagi. Ibu sudah memikirkan bagaimana nanti kalau aku melahirkan tidak ada yang menemani. Ya memang mengkhwatirkan kesna prosedur di rumag sakut lebih ketat sejak landemi. Tidak ada jam besuk dan jika mau bertemh harus menjadi tes swab. SebenFnya vukan ibu saja yanv cemas, aku juga memikirkan itu. Maka kami memutuzkan untuk hijrah pindah ke kmaoung halamanku sebelum hamil smalin besar dan dilaranv terbang. Mendengar kabar ini, ibu meraza sangat lega. 

2022 kiranya akan serba mudah ketika pindah tinggal dekat dengan keluarga besar. Ternyata tidak selalu begitu. Pertama kali datang pun sudah sedikit terjadi perbedaan sikap. Kami yang sangat ketat prokes berencana isoman  (isolasi mandiri) setidaknya 1 pekan sejak kami datang. Bapak malah meminta kami menginap di rumah sebelum tinggal di kontrakan. Sambutan yang hangat dan akrab. Namun kami cemas takut bawa virus dari kota zona merah. Akhirnya stelah ditolak halus, proses lobi dan penjelasan kami bisa menjalankan isoman. Aku merasa tak enak dengan orang tua. Seolah kami memberi pagar pada kemeriahan sambutan Mereka. Ya aku juga harus menjaga keluarga kecilku terlebih suami yang jadi merantau dan jauh dari keluarga besarnya. 

Kabar mengejutkan juga melegakan datang keesokan harinya. Ibu dan bapak positif corona! DEG. Tentu ini kabar mengejutkan, juga sedih dan cemas. Namun leganya adalah hikmah patuh pada suami sehingga kami terjaga dari wabah ini. Suami menelepon orang tuanya untuk memberi tahu kabar mertuanya kena covid. Sudah diduga mereka khawatir dan meminta kami cek, terlebih bumil dan anak-anak resiko tinggi tertular. Kami tidak langsung cek namun menunggu kabar kepastian siaoa saja di rumah orang tuaku yang positif. Ternyata bapak dan ibu saja, adik dan ipar yang tinggal seatap negatif. Alhamdulillah kami aman karena setelah isoman semua kondisi sehat. Bapak ibupun setelah menjalani karantina mandiri di rumah selama 2 pekan, kembali sehat sedia kala. Anak dan cucu saling menjenguk memberi semangat, perhatian dan cinta walau hanya sampai teras saja. 

Covid-19 memberi hikmah yang banyak. Memutus hingar bingar dunia, membirukan kembali langit yang abu-abu, mengajarkan untuk lebih menjaga kebersihan, menyadarkan akan besarnya nikmat kesehatan, juga memberi makna yang dalam akan berharganya sebuah pertemuan. Betapa menyenangkan dan seru saat berkumpul. 

2006 ke 2022. Bukan waktu yang singkat. Namun bisa tinggal dekat lagi dengan keluarga besar adalah sebuah hal yang patut disyukuri. Dengan begini lebih terasa bahwa ketika berjuang di kota ini, kami tidak lagi sendiri.


Tulisan ini untuk meramaikan nulis kompakan Mamah Gajah Ngeblog, Oktober 2022 dengan tema kumpul-kumpul.

K-drama alias Kopiko di Drama

Kopi yang terkenang enak dan saya suka yaitu kopi hitam. Jaman saya masih SD kecil kopi hitam bubuk dan gula saja, kopi lokal yang dijual per plastik tanpa merk. Atau kalau yang kemasan kopi Kapal Api. Kopi ini lebih sering saya nikmati kalau ada sisa lebihan si teko kopi yang disuguhkan untuk para tukang bangunan. Lho kok, maksudnya gimana? Iya, itu minuman yang disuguhkan ibu ke bapak-bapak tukang yang dipekerjakan untuk renovasi rumah. Biasanya temannya kopi ini ya gorengan. Ibu membuat kopi di teko besar sehingga buanyak dan jarak sekali habis. Dan itu tugas saya menghabiskannya hehe.


Ya itulah sedikit pengantar tentang saya dan kopi. Bagi saya kopi tidak pernah menjadi teman begadang atau membuat jadi sulit tidur. Malahan saya pernah tertidur di sela waktu menikmati kopi.

Itu cerita saya yang suka kopi saat kecil. Pas sudah besar justru jarang minum kopi, bahkan saat kopi kini menjadi tren. Kalau ingin icip-icip rasa kopi maka saya makan permen Kopiko. Salah satu permen kesukaan saya, yang sempat trending karena muncul dan dimakan oleh pemain-pemain utama di drama Korea. Tiga drama itu Vicenzo, Mine dan Hometown Cha Cha. Saya gak nonton semua, hanya satu saja, yang akan saya ulas sedikit di tulisan yang diikutsertakan dalam https://mamahgajahngeblog.com/tantangan-mgn-oktober-2022-mamah-dan-kopi/



Dengan berbekal -salah satu- spoiler kemunculan Kopiko ini, maka sepanjang episode saya bertanya-tanya apakah dua pemain utama akan makan itu permen? Lalu saya juga jadi penasaran berapa modal untuk pasang iklan di k-drama dgn pemain papan atas?

Permen Kopiko ini sudah ada sejak 1982 diproduksi PT Mayora Indah (Tbk). Kopiko ini permen Indonesia pertama dan sudah go global. Global Marketing Director Mayora Group, Ricky Afrianto, membagi kisah dibalik strategi pemasaran Kopiko melalui drama Korea. Tidak mudah untuk diterima pihak produksi dramanya, karena mereka mengecek dulu kualitas produknya. Jauh sebelum mejeng di drama, pemasaran Kopiko ini sudah bagus dan sudah dijual di 100 negara, termasuk Korea Selatan. Jadi ya Kopiko tidak perlu melakukan pencitraan yang cuma gimmick. Untuk kemunculan di drama pun tidak bisa sembarangan. Seperti halnya kalau kita mau posting jualan di sosmed pasti memperhatikan kapan prime time, pihak marketing Mayora juga memperhitungkannya. Kopiko sengaja ditampilkan bukan di episode-episode awal atau akhir melainkan di pertengahan episode, karena inilah saat rata-rata drama Korea mencapai rating tertinggi.

Permen Kopiko sempat mencuri perhatian karena muncul di serial drama Korea Vincenzo. Viral dong sebab apa? Kopiko dimakan Song Joong-Ki, pemeran utama pria yang populer luar biasa. Gak tanggung-tanggung, permen ini muncul sebanyak empat kali, yaitu di episode 14, 15, 17, dan 19.


Berapa biaya yang harus dirogoh brand ini untuk bisa tampil di drakor? Pihak Kopiko sendiri enggan menyebutkan berapa anggaran yang dihabiskan untuk penempatan iklan di drama tersebut. Namun, seorang produser film asal Indonesia, Delon Tio sempat beberkan informasi soal pembiayaan ini lewat cuitannya di Twitter.

Dibutuhkan setidaknya 200 juta won atau sekitar Rp 2,5 miliar untuk dua kali adegan. Itu artinya, pada empat adegan kemunculan Kopiko, biayanya mencapai Rp 5 miliar. Menghabiskan budget fantastis, tapi worth it gak sih? Tentu saja.

Peneliti Strategi Brand Placement Melalui Media Film Untuk Menciptakan Brand Awareness, Utami Maulida, mengatakan biaya promosi sejumlah 5 miliar rupiah yang dilakukan PT Mayora Indah dan brand Kopiko dianggap berhasil melakukan brand awareness audience. Berawal dari slogan “gantinya kopi” kini menjadi viral dengan keyword “Kopiko permen Vincenzo”. The power of babang Joong-Ki kah wkwk.

Sebenarnya saya juga penasaran berapa modal kalau Shin Min Ah makan Kopiko di Hometown Cha Cha ya? Soalnya setelan baju-baju yang dipakainya dalam drama aja branded semua. Kalau kamu kepo juga gak?

Referensi:
https:///read/2021/11/05/093848426/cerita-mayora-di-balik-eksisnya-permen-kopiko-di-drama-korea
https:///amp/532881383/perankan-karakter-perempuan-mandiri-ini-harga-outfit-shin-min-ah-di-hometown-cha-cha-cha
https:///kolom/2021/10/21/141934/kopiko-muncul-dalam-drakor-vincenzo-dan-hometown-cha-cha-cha-menguntungkan-atau-tidak