Mengingat-ingat waktu usia masih belasan. Bapak suka bercerita sambil menyelipkan lelucon garingnya. Diantara semua anak, aku yang paling sering bisa atau paling cepat menangkap maksud guyonan Bapak. Sepertinya predikat itu masih berlaku sampai sekarang.
Kalau ibu, seingatku sering memberi nasihat sambil marah-marah. Sebagai remaja aku sering menanggapi dengan diam. Lagi dinasehati masa dibantah atau dijawab. Itu tidak sopan, kan? Kupikir itu tindakan yang benar tapi ternyata aku malah semakin dimarahi karena tidak memberi respon. Seharusnya aku menjawab, "Iya, Bu.", bukannya malah diam saja. Salah paham yang menyebalkan.
Setelah lulus SMA merantau ke Pulau Jawa memberi aku ruang dan rasa merdeka. Walaupun ya tahun-tahun awal menyesakkan karena rindu rumah. Sampai sakit cukup berat. Hanya 3 tahun, menemukan lingkungan pertemanan yang membuat betah. Frekuensi menelpon orang tua jauh berkurang. Juga sebab kuliah semakin serius dan juga aktivitas organisasi.
Belasan tahun di rantau. Diantara waktu itu, ada waktu aku mudik cukup lama untuk persiapan menikah dan perkenalan suami dengan keluarga besarku disana. Orang tuaku penasaran dan menanti-nanti kapan aku menikah. Karena aku tidak pernah cerita punya pacar atau dekat dengan seseorang. Begitu tiba waktunya, dalam sekejap aku sudah jadi istri orang dan dibawa ke Jawa lagi. Bandung lebih tepatnya. Lahir anak pertama sampai usia 4 tahun. Suami mengajak pindah ke kota asalku. Aku merasa senang sekali bisa tinggal dekat lagi dengan orang tua dan saudara-saudara.
Pulang untuk menetap, dengan status aku sebagai istri dengan satu balita dan dengan segera akan memiliki anak kedua. Sempat ada ketegangan pasca kelahiran anak kedua. Keluargaku begitu semangat. Saking semangatnya mereka sering sekali mampir ke rumah. Terlebih ibu yang ingin membantu aku yang baru melahirkan ini. Harusnya ini menjadi hal yang menyenangkan tetapi ternyata kondisi aku ketenangan dan waktu-waktu kanguru dengan bayiku yang lahir prematur, kecil dan jaundice. Kehadiran ibu memberi tekanan tersendiri karena beliau punya metode dan aturan-aturan yang saklek agar dituruti. Suami siap pasang badan jika nama beliau menjadi kurang bagus di keluarga demi membuat istrinya ini tenang dan nyaman di rumah sendiri. Alhamdulillah, semakin besar bayi aku tunjukkan bahwa semua baik saja. Aku bisa mengurus bayi. Setelah kejadian ini sepertinya orang tuaku menjadi mengerti bahwa anak-anaknya sudah menikah dan tidak bisa bebas intervensi.
Anak-anak semakin besar dan tidak serepot dulu. Tempat tinggalku dekat dengan orang tua. Kurang dari 10 menit jalan kaki santai. Dekatnya jarak membuat rasa mengganjal kalau dalam seminggu tidak berkunjung. Tiga hari tidak main saja, sang kakek akan telfon menanyakan cucu. Kalau sedang tidak ada tenggat pesanan atau urusan rumah, aku harus sempatkan untuk datang.
Kadang kala disana tidak melakukan apa-apa. Menemani anak menonton atau tidur dan bersantai di kamar saja. Terbiasa sibuk dengan pekerjaan rumah, santai seperti ini terasa seperti buang-buang waktu. Sampai tiba kami pamit pulang, bapak akan bertanya, "Lho, mau kemana? Sudah mau pulang?" Atau Ibu yang berkata, "Rumah jadi sepi lagi." Mendengar kata-kata itu perasaan jadi hangat. Apa yang kupikir hanya sia-sia ternyata kehadiran kami punya makna.
Sumber: The Legacy Project |
Mengobrol dengan Orang Tua
Sering mampir berdampak pada hubunganku dengan Ibu. Dengan statusku yang kini sudah menjadi istri dan ibu jadi lebih bisa memahami perasaan Ibu. Masa-masa kecil kami Ibu sering mengomel atau marah-marah, tidak asik diajak bercanda, sering tampak buru-buru, dan sering mengantuk atau tertidur saat bepergian. Sungguh, kalau aku di posisi ibu dulu belum tentu sanggup. Bekerja dari pagi sampai sore dan mengurus 4 anak berjarak dekat. Juga mengurus rumah termasuk mencuci dan masak tanpa ART.
Sering mampir membuka cerita-cerita dari Ibu. Ibu yang selama ini jarang bicara bisa jadi karena jarang diapresiasi. Pendapat atau pilihan beliau sering disanggah atau malah diabaikan. Sesederhana Ibu suka soto A, tapi Bapak suka soto B. Maka soto pilihan ibu tidak benar-benar enak. Soal selera sangat wajar dong berbeda. Cerita-cerita lainnya tentang pengalaman Ibu mengalami kejadian aneh, kekhawatiran padaku di masa covid nun jauh di seberang pulau, dan perasaan lega aku sekarang tinggal dekat. Ibu suka berbagi dengan anak-anaknya kalau sedang membuat sayur banyak. Beliau bisa bercerita macam-macam tentang keluarga besar sampai soal politik. Obrolan random yang diam-diam membuat hatiku bersemi. Kalau cerita ke suami dia akan menggodaku yang romantis dengan Ibu.
Tidak hanya Ibu, Bapak juga ada cerita. Bedanya, kalau Bapak cerita tentang pekerjaannya dulu saat masih aktif jadi abdi negara. Kurang kesempatan mendengar cerita Bapak karena sibuk beraktivitas sebagai pengurus masjid dekat rumah. Bapak sering pusing dengan masalah-masalahnya tetapi beliau tampak menikmati kesibukannya. Bagaimana kalau Bapak sudah selesai sebagai pengurus masjid ya? Apakah akan mengalami lagi post power syndrom?
Kini, keduanya memasuki usia pertengahan 60. Mendengar cerita mereka, kadang-kadang ada yang diulang. Sudah pernah diceritakan kok diceritakan lagi. Bahkan sampai 3 kali. Ada rasa khawatir, apakah mereka sudah setua itu?
Mendengarkan Cerita yang Diulang-ulang
Mendengarkan orang tua menceritakan sesuatu berulang-ulang menimbulkan kekhawatiran pada penurunan kemampuan kognitif, daya ingat atau bahkan tanda-tanda demensia.
Penelitian dari Universitas Queen di Kingston, Kanada, menawarkan cara berpikir baru untuk menyikapi cerita-cerita yang berulang ini tidak melulu pada hal-hal yang mengkhawatirkan. Penelitian mewawancara 20 responden orang dewasa paruh baya yang sering mendengar cerita berulang dari orang tuanya yang sudah lanjut usia. Mereka diminta menceritakan cerita-cerita itu kemudian direkam dan dicatat oleh peneliti.
Penelitian menggunakan pendekatan naratif untuk menemukan bahwa cerita berulang adalah cara orang tua untuk mengomunikasikan apa yang mereka anggap penting kepada anak-anak atau orang yang mereka sayangi. Transmisi nilai antargenerasi.
Hampir 200 cerita dikumpulkan Ditemukan bahwa ada sekitar 10 cerita yang berulang kali diceritakan setiap orang tua pada anaknya. Sebanyak 87% responden menyampaikan cerita yang disampaikan saat usia mereka remaja sampai usia 20-an. Menjelang masa-masa krusial bagi seseorang bagaimana keputusan dalam hidup mempengaruhi kehidupan dan kepribadian di masa depannya.
Fakta-fakta pada cerita tidak begitu penting, melainkan apa pelajaran dan nilai yang didapat, seperti kesetiakawanan, pentingnya keluarga, selera humor menjadi hiburan saat kondisi susah, utamakan pendidikan, tentang ketidakadilan, ikuti aturan dan lakukan hal-hal yang benar.
Tema utama dalam cerita orang tua berkisah tentang peristiwa dan nilai-nilai penting. Pengalaman dan perjalanan yang membentuk karakter mereka, migrasi, perjuangan mencari penghidupan yang layak, dan bekerja keras. Cerita ini bisa berbeda jika disampaikan kepada anak atau orang lain.
Penutup
Setiap orang tua, hanya satu kali menjadi orang tua. Itu adalah pengalaman pertama mereka menjadi orang tua. Sebagaimana kita juga pengalaman pertama kita menjadi seorang anak. Sehingga kita pada posisi yang sama. Sama-sama masih belajar sehingga seharusnya dapat dimaklumi jika ada salah. Terlebih bagi orang tua dulu, akses dan informasi pada ilmu parenting sangat minim. Belum lagi hidup di jaman perjuangan yang menempa mereka menjadi orang yang harus kuat bahkan keras.
Sebagai anak yang sudah semakin tua, dengan atau tanpa status orang tua. Jika pada masa lalu ada pengalaman atau perlakukan tidak menyenangkan dari orang tua dan masih memberi luka sampai hari ini. Semoga kita bisa berlapang dada untuk memaafkan. Sebagai bakti anak pada orang tua, sesuai tuntunan agama.
Jika masih ada usia, semoga kita bisa lebih bisa saling bercerita atau mendengar lebih banyak cerita-cerita orang tua.
Tulisan ini untuk menjawab Tantangan Mamah Gajah Ngeblog bulan Oktober tentang "Hari Tua". Terima kasih sudah membaca.
Referensi:
- https://theconversation.com/storytelling-allows-elders-to-transfer-values-and-meaning-to-younger-generations-197766