Gambaran Dapur Makan Siang Sekolah Jepang dalam Dorama

Pernah dengar cerita kondisi Jepang pasca bom atom? Saat Negara sedang hancur-hancurnya, Kaisar Hirohito bertanya tentang jumlah guru yang masih hidup. Hal ini membuat bingung para jenderal. Banyak rakyat miskin, kelaparan dan tidak punya tempat tinggal karena perang. Kenapa malah mencari guru? Yes, karena sang kaisar paham bahwa untuk membangun peradaban harus dimulai dari pendidikan.

Mindset nomor 1 tentang pendidikan ini melingkupi semua lini termasuk soal makanan. Bagaimana Jepang menanamkan pendidikan melalui makanan kepada masyarakatnya? Salah satunya melalui gerakan makan siang di sekolah. Sistem ini ternyata dibangun sejak lama sekali lho. Nanti kita bahas diakhir ya.

Hubungan antara pendidikan dan makan siang disajikan dalam bentuk drama berjudul “Chef : Three Star Lunch School” atau judul aslinya “Chef – Mitsuboshi no Kyushoku”. Menonton dorama ini memberi aku gambaran dapur yang membuat makan siang sekolah di Jepang.

1. Sinopsis Cerita “Chef: Three Star Lunch School”

Dikisahkan Mitsuko Hoshino seorang chef profesional restoran Perancis di Ginza, Jepang. Dibawah komandonya, restoran ini mendapat gelar Bintang 3 Michelin. Tak heran karena Mitsuko sangat cinta memasak. Selalu bersemangat dan antusias membuat menu baru. Idealismenya pada makanan juga tinggi. Staf koki lainnya cukup kesulitan mengejar standarnya. Demikian juga dengan pemilik restoran yang sering menjadi repot dan kesal karena Mitsuko tidak bisa diatur. Owner restoran membuat insiden keracunan yang disebabkan penggantian bahan secara sepihak oleh Mitsuko. Tentu saja ini hanya settingan. Demikianlah karir dan nama Mitsuko hancur seketika. Dia kesulitan bangkit karena tidak ada restoran yang mau mempekerjakannya.

Mitsuko dalam sebuah talkshow televisi

Seorang produsen TV melihat kejadian ini sebagai peluang. Ia berencana membuat reality show menantang Mitsuko, untuk membuat menu makan siang sekolah yang enak dan disukai anak-anak. Saat itu –ceritanya- makan siang sekolah Jepang mengeluhkan anak-anak yang sering menyisakan makanan.

Mitsuko awalnya menolak, namun dengan ancaman dan diplomasi dari produser TV bahwa ini kesempatan bagus membersihkan namanya. “Masa chef bintang 3 tidak bisa membuat makan siang sekolah yang enak?!” pikirnya jumawa. Yosh! Challenge accepted!

Mitsuko menerima tantangan stasiun TV untuk bekerja di dapur sekolah


2. Peraturan dalam Dapur Makan Siang Sekolah

Mitsuko Mencicipi rasa menu makan siang sekolah

Hari pertama kerja, Mitsuko meminta diijinkan membuat makan siang sesuai bahan, menu dan resepnya. Sempat ditentang ahli gizi tapi tidak digubris. Dia merasa yakin sekali masakannya akan sukses. Idealisme koki bintang 3 pada proses memasak yang ternyata memakan waktu lama. Alhasil masakan terlambat disajikan sampai 1 jam! Lebih mengejutkan ternyata masakannya tidak disukai anak-anak.

Bukannya disukai, anak-anak justru tidak mau makan masakan Chef Mitsuko

Mitsuko pun diceramahi karena melanggar banyak peraturan makan siang. Menu tidak memperhatikan gizi, budget per porsi yang jauh melebihi anggaran dari 240 yen menjadi 3000 yen. Keterlambatan penyajian juga menjadi persoalan serius. Ahli gizi tersebut lalu menjelaskan bahwa gizi menu makan siang harus dihitung sesuai standar kebutuhan anak-anak.

Ahli gizi menentukan menu berdasarkan panduan kebutuhan gizi anak

Penjelasan aturan lain: makanan harus dibuat pada hari yang sama sehingga harus diperhatikan durasi memasak agar makanan tetap segar. Sebelum digunakan bahan makanan dicek kondisi kesegarannya. Di dapur ada area basah dan kering. Di area kering tidak boleh ada air sedikit pun agar tidak mengundang tumbuhnya bakteri.

3. Mencatat Anak yang Memiliki Alergi

Persoalan yang tidak bisa dianggap remeh dan diperhatikan adalah soal alergi. Anak yang alergi dicatat nama, kelas dan apa saja alerginya. Di drama ini ada episode chef Mitsuko yang berjuang memperlakukan setara anak yang alergi susu sapi dan mengganti bahannya dengan soya. Anak itu senang sekali bisa makan menu yang “tampak” sama dengan teman-temannya.

 4. Grafik Sisa Makanan

Menariknya setiap hari tim melakukan menimbangan sisa makanan. Pada hari pertama Mitsuko masuk dapur sekolah -yang dia merasa masakannya akan sangat disukai anak-anak- ternyata adalah hari dengan tingkat sisa makanan tertinggi.

Mitsuko pecahkan rekor makanan sisa

Dengan mencatat sisa makanan, sekolah mendapat informasi bahan apa yang paling tidak disukai anak-anak. Dalam drama ini mereka punya data 4 raja sisa makanan, yaitu jamur shitake, paprika hijau, daun bawang dan seledri. Tantangan lagi bagi chef dan tim untuk bisa menyulap bahan-bahan ini menjadi menu yang tidak lagi ditolak anak-anak.

Empat bahan raja makanan sisa
 

5. Sejarah Makan Siang Sekolah Jepang

Makan siang Jepang dimasak menggunakan bahan-bahan segar. Seluruh siswa makan bersama-sama di kelas dengan menu yang sama. Ini bukan makan siang biasa karena sistem ini merupakan kurikulum resmi untuk pendidikan pada pangan dan nutrisi (shokuiku), kerjasama, pelayanan dan membangun literasi pangan.

Anak-anak diberikan tanggung jawab untuk mengatur meja, membawa makanan dari dapur sekolah, menyajikan hingga membersihkan. Seluruh rangkaian kegiatan ini sebagai bentuk penghargaan pada makanan dan membangun kebiasaan makan yang sehat untuk jangka panjang. Banyak sekolah memiliki kebun untuk pembelajaran siswa mengenai siklus makanan mulai dari biji sampai tersaji diatas piring. Selain berasal dari kebun sekolah, bahan-bahan segar juga di supply dari pertanian setempat guna mendukung agrikultur lokal.

Sistem ini sudah dimulai pada akhir abad 19. Saat itu makan siang disediakan untuk anak-anak ekonomi lemah. Tahun 1954, mulai menjadi program nasional. Tahun 1970-an, ada perubahan menu yang awalnya berasal dari Negara luar seperti susu skim dan roti, diganti menjadi menu tradisional Jepang seperti sup, sayur-sayuran, ikan, daging, dan nasi. Tahun 2005, pemerintah mencanangkan program Shokuiku, yang membuat makan siang bukan sekedar makan bersama melainkan ada pendidikan tentang pangan dan nutrisi.

Tahun 2007, pemerintah mulai menempatkan ahli gizi dan pakar diet dan nutrisi di dapur-dapur pembuat menu makan siang sekolah. Hal ini memberikan dampak positif khususnya pada guru dan wali siswa bahwa jumlah anak-anak yang tidak sarapan menurun dan kualitas kesehatan meningkat.

Kunci keberhasilan sistem ini pada kebijakan dan dukungan pemerintah Jepang serta terintegrasi dengan kurikulum pendidikan. Mantap ya.

Terima kasih sudah membaca tulisanku untuk Tantangan Mamah Gajah Ngeblog.com bulan Maret tema makanan/ kuliner.

Tantangan Maret, Completed!

Ref:

https://Asianwiki.com/Chef:_Three_Star_School_Lunch
https://icdasustainability.org/case-study/national-school-lunch-program/
Youtube: Insider Food. “How A Japanese Megakitchen Prepares Thousands Of School Lunches Everyday | Big Batches”

11 comments:

  1. Baru tahu ada dorama dengan jalan cerita begini. Menarik juga ya. Anak-anak sekolah beda seleranya dengan orang yang suka makanan di restoran berkelas. Tentu tantangannya berbeda

    ReplyDelete
    Replies
    1. Menarik teh drama luar ya. Jadi nambah ilmu kita yg nontonnya.. hehe

      Delete
  2. Wah...sejak 1954 udah ada program nasional maksi di sekolah? Kita baru mau akan tahun 2029!...hiks.
    Memang ya harus tahu banget anak-anak sukanya apa. Tantangan buat Chef nih. Belum lagi ada anak-anak yg alergi harus diperhatikan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Luar biasa ya teh. Di tahun itu Kepikiran sampai ke program makan siang. Kalau kita bisa makan aja syukur ya..

      Delete
  3. Wah baru tahu ada drama kaya gini, menarik banget. Dan jadi kepengen menyekolahkan anak di Jepang.

    Semoga program makan siang gratis di Indonesia juga bisa seserius pemerintah Jepang ya, bukan hanya mengenyangkan perut tapi bergizi dan disertai edukasi. Aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya teteh.. pengelolaannya standar hotel ya. Sampai geleng2 kepala saya. Dan kabarnya para staf koki bangga dgn pekerjaannya ini.
      Bener teh. Udah lebih dari setengah abad ya sejak jadi program nasional mereka. Mrka kan terkenal dedikasi, disiplin tinggi dan integritas ya. Jadi programbta bisa langgeng dan berkelanjutan. Walau ganti kepemimpinan

      Delete
  4. Yang muncul pertama kali dalam pikiran saat saya baca tulisan Teh Sistha adalah mirip sama yang ditulis Teh Laksita.

    Berharap semoga pengaplikasian makan sianh gratis untuk anak anak sekolah dikelola seoerti di Jepang ini. Sehat, bergizi, mengoptimalkam SDA lokal yang ada di sekitar, hingga sekaligus menjadi wadah untuk anak anak belajar menyajikan, beberes, dan memghargai makanan. Suka sekali Teh Sistha 😍👍

    ReplyDelete
  5. Selalu menarik ya Teh drama tentang makanan dan bagaimana literasi pangan dibentuk.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya nonton nya jd sambil belajar, nambah ilmu sama kadang jadi ikutan lapar hehe

      Delete
  6. Peran ahli gizi memang penting tapi lowongan pekerjaan di Indonesia masih jarang. Anak saya ada yang lulusan jurusan Gizi. Sejak lulus oktober 23, belum menemukan lowongan kerja yang sesuai dengan jurusannya. Mestinya di sekolah-sekolah full day ada ahli gizinya seperti di film itu.
    (Sari Rochmawati)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener teh. Kalau mau diberdayakan secara spesifik lapangan kerja itu banyak sekali yaaa..

      Delete