Mungkinkah Menghindari Terjajah Teknologi?

Pengadaan mesin canggih di rumah biasanya sengaja dipilih untuk memanjakan pemiliknya. Mengalihkan pekerjaan manual kepada teknologi. Harusnya begitu ya. Namun ada kalanya peralatan canggih bukan menjadi solusi, malah menambah masalah. Atau lebih baik tidak terlalu canggih karena satu dan lain hal. Penting untuk mengenal kondisi dan kebutuhan kita, alih-alih termakan iklan atau fomo sosial media.

Beberapa produk sebenarnya ada yang tersedia mudah, tetapi aku memilih untuk membiarkannya sedikit repot (baca: effort). Cara-cara yang sedikit tidak praktis namun ada alasan dibaliknya.

Jam Analog

H melihat beberapa teman sekolahnya pakai jam tangan, dia ingin dibelikan juga. Hmm, akhirnya kejadian juga anak ingin sesuatu karena melihat teman-temannya. Kubilang untuk apa jam tangan, kan di kelas ada. Ealah ternyata cuma pajangan. Jamnya mati. Anak masih kelas 1 SD untuk apa pada pakai jam. Rawan hilang juga anak umur segitu. Jam tangan nantilah kelas 3 atau 4 SD. Lagipula memangnya sudah pada bisa baca jam?

Jam Analog Anak (Gambar: mybest)

Aha! Itu dia. H pernah belajar membaca jam, tapi seingatku dia belum mengerti sampai ke cara membaca menit. Kuajukan syarat. Kami akan belikan jam tangan, jika dia sudah bisa membaca jam. H bilang, dia sudah bisa baca jam. Apa?! Jam yang nyala muncul angka-angka. Oh, itu jam digital. Mudah cara bacanya itu. Kami hanya mau membelikan jam analog. Maka kami beri syarat, harus bisa membaca jam berjarum.

Sesungguhnya, tantangan ini membawa kerepotan tersendiri bagi orang tuanya. Ya, karena jadi harus mengajari lebih dulu daripada materi pelajaran di kelas. Mulai dari membaca gambar jam di buku sampai memutar jam beneran yang ada di kamar. Seru melihat semangatnya belajar. Sumringah saat memamerkan dirinya yang sudah bisa baca jam. Sesuai kesepakatan, H dibelikan jam tangan di semester awal kelas 2. Banyak wejangan terutama tentang syukur, salah satunya menjaga barang dengan baik.

Kejadian yang disayangkan. Pelajaran berharga diakhir semester pertama. H kehilangan jam tangan pertamanya. Seingatnya tertinggal ditempat wudhu sekolah. Tidak apa-apa. Membaca jam analognya masih bisa, kan? H menabung ya, nanti beli jam tangan lagi pakai uang sendiri.

Tidak butuh waktu lama, soalnya lebaran tiba! Jumlah uang lebarannya lumayan sekali. Bisa untuk beli jam tangan lebih bagus dari sebelumnya. Diluar dugaan, ternyata jam yang dipilih lebih sederhana. Sebagian uang buat beli kue, makan rame-rame. Lebihnya ditabung.

Rasanya senang sekali. Dari syarat baca jam analog, bonus anak sadar tanggung jawab barang dan alokasi menggunakan uang.


Mesin Cuci 2 Tabung

Bertahan lebih dari 6 bulan dengan mesin cuci 1 tabung yang sudah kehilangan fungsi pengering, ternyata cukup merepotkan. Saat cuaca sering mendung atau hujan seharian, cucian kering menjadi impian. Sementara itu, pakaian kotor tetap setia bertambah setiap harinya. 

Meski repot begitu, aku tetap bertahan dengan mesin cuci lama. Sampai benar-benar sudah tidak bisa berputar lagi, akhirnya pensiunlah. Panggil tukang rongsok untuk menjemput. Saya menyebut ini "teknologi" yang sangat membantu membuang barang elektronik apalagi sebesar mesin cuci. Lumayan banget 40.000. Bukan bayar, justru dibayar.

Mencuci tanpa mesin? Itu bukan pilihan. Pernah awal-awal menikah mencuci manual. Rasanya lebih bersih, mengucek dan menyikat langsung ke bagian pakaian yang kotor. Namun sudah sulit rasanya kalau berlangsung lama. Cukup menguras tenaga untuk mencuci pakaian saja, sedangkan banyak pekerjaan lain menanti. Jadi kali ini, segera setelah tanda-tanda rusak semakin dekat kami sudah mencari penggantinya.

Mesin Cuci Dua Tabung

Berdasarkan rekomendasi keluarga, lebih puas memakai mesin cuci 2 tabung daripada 1 tabung. Salah satu pertimbangan penting tentang kualitas dan kekuatan semburan air disini. Mesin cuci 2 tabung lebih ramah dan mudah. Jika aliran air kecil, ada pilihan menampung air lalu dituangkan lewat bukaan atas. Ibu memakai mesin cuci 1 tabung, biasanya jadwal mencuci disesuaikan dengan giliran PDAM mengalir. Dua hari libur, satu hari ngalir. Bayarnya tetap full tapi kenapa aliran air ini banyak liburnya?

Selain itu, keberadaan tabung kedua bisa difungsikan sebagai ember sortir. Setelah melalui proses pencucian, ada beberapa pakaian yang tidak kukeringkan di mesin pengering. Beberapa jenis kain lebih awet jika dibiarkan kering secara alami. Juga bahan-bahan tipis yang rasanya tidak perlu-perlu amat dikeringkan mesin, misalnya jilbab.

Jadi ya, proses mencuci pakaian di rumah masih ada proses manual seperti mengisi air ke tabung cuci dan memeras pakaian yang tidak dikeringkan mesin. Hitung-hitung aktivitas fisik angkat beban dan latihan otot tangan-lengan.

Untuk kapasitas aku pilih 11 kg. Berdasar rekomendasi mesin pencari, tabung besar berguna untuk mencuci selimut, sprei besar atau boneka sehingga tidak perlu laundry diluar.


Memasak Nasi

Rice cooker adalah teknologi yang lambat masuk dalam kehidupanku. Ibu lebih suka memasak nasi menggunakan dandang. Sementara sebagai generasi lebih modern, aku lebih suka praktisnya rice cooker. Cuci beras lalu masukkan air sesuai takaran beras, masukkan ke alat setel mode masak. Bisa ditinggal sampai lampu indikator menunjukkan "warm" alias nasi sudah matang.

Bagi orang tua yang masih berjuang untuk biaya makan keluarga dan pendidikan anak-anaknya, harga penanak nasi elektronik ternyata bukan masuk prioritas. Belum lagi saat itu, Balikpapan rajin sekali mati lampu. Sekali mati bisa setengah hari. Pakai dandang, tetap bisa masak nasi tanpa khawatir listrik mati.

Sekarang, sudah ada rice cooker di rumah ibu. Meski begitu, beliau tetap lebih suka memasak nasi pakai api. Nasi terasa lebih pulen dan bila dibutuhkan bisa dihangatkan agar tidak basi. Salah satu problem rice cooker adalah kalau dipanaskan terus, nasi menjadi kering. Jika tidak panas, nasi rawan basah dan basi. Perlu tips dan trik khusus untuk mencegah ini.

Untukku sendiri, mengandalkan rice cooker untuk memasak nasi. Sudah beberapa bulan ini, sesekali aku memasak nasi merah. Hanya sedikit, 1/2 mug saja. Jumlah yang nanggung sekali mau dimasak pakai listrik ataupun kompor karena tidak punya alat masak ukuran kecil. Anak-anak tidak begitu suka nasi merah, wajar rasanya tidak seenak nasi putih. Otomatis aku harus masak dua jenis nasi. Sungguh tidak praktis!

Mencampurkan nasi putih dan merah dalam rice cooker, jelas bukan ide bagus. Air rebusan beras merah akan bercampur dan merubah warna beras putih menjadi berwarna. Selain itu nasi merah dikritik suami terksturnya lebih keras, dia tak suka. Eksperimenlah! Aku lebih dulu merebus nasi merah diteflon kecil dengan air sedikit lebih banyak dari takaran beras putih. Proses memasak mengadopsi cara manual. Merebus beras, untuk kemudian dipindah ke dandang untuk dikukus. Sambil menunggu air rebusan nasi merah habis, aku menyiapkan beras putih untuk dimasak di rice cooker. Kedua beras sedang proses perebusan. Sampai air di beras merah habis. Proses perebusan beras putih sedang berlangsung. Jika airnya sudah sedikit berkurang, aku akan memasukkan beras merah rebus ke dalam rice cooker, untuk ditanak bersama-sama beras putih. Hasilnya? Berhasil pulen semua dan warna nasi tidak bercampur. 

Memasak Beras Putih dan Beras Merah Bersama


Terlepas dari kemudahan alat elektronik modern, rasanya kita tetap perlu bisa melakukan kegiatan manual terutama yang termasuk hal-hal dasar seperti mencuci dan memasak. Tidak selalu situasi kita akan berada dalam kondisi ideal. Ada kalanya kita berada pada situasi tanpa listrik.  

Tulisan ini untuk Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog tentang "Teknologi: Memerdekakan atau Menjajah?" oleh Mamah Risna dan Mamah Dea.





Comments

  1. Baru tau ada mesin cuci 2 tabung 😅 Di rumah biasa habis cuci lalu jemur manual. Bersyukur ada mesin pengering di asrama Butet, karena kota rantaunya di Prancis utara irit matahari 😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Produk menyesuaikan kondisi market ya teh. Kelebihannya Indonesia cukup sinar matahari, kekurangannya kondisi air tiap daerah tidak sama. Ini sedih sih akses air bersih dan lancar masih jadi hal yang diperjuangkan bagi sebagian masyarakat.

      Delete
  2. Boleh dicoba nih cara menanak nasi beras merah & putih. Kami malah berasnya dicampur dari awal, merah-putih, airnya rada dibanyakin. Hasilnya yaa nasi putih ada merahnya, ehh...merah ada putihnya...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Merah-putih deh. Merdeka!
      Iya teh. Anak2 suka protes kalau nasi mereka jadi nge-pink hihi

      Delete
  3. Oh gitu cara teh Sistha masak nasi merah ya. Aku juga ga buat2 lagi karena dulu rasanya proses masak di rice cooker lebih lama.

    ReplyDelete
  4. Iya teh. Sesuka2 saya aja ini sih yang penting nasinya berhasil matang hehe

    ReplyDelete
  5. Sama dengan Bu Hani, saya juga masak beras merah dicampur, biasanya 1:4 atau 1:5, jadi warna dan teksturnya bercampur. Alhamdulillah banyak temannya makan nasi merah yang kabarnya (semoga) lebih sehat.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Denah Tiga Dimensi

8 Keinginan yang Membuat Semangat

Drama yang Mewakili Opini Tak Populerku